Laman

Rabu, 28 September 2011

imam magzhab 4


Lahirnya madzhab- madzhab dalam Islam diawali pada masa kodifikasi hukum-hukum Islam pada masa pembukuan hadits. Sebaliknya pertumbuhan dan munculnya aliran mazdhab ini banyak sekali, terutama pada abad II sampai dengan abad IV hijriah. Perkembangan madzhab ini sangat wajar, karena pada abad tersebut perkembangan dan perluasan Islam sangat pesat.
Sesudah abad V Hijriyah perkembanga madzhab yang ada semakin sedikit. Satu persatu mazhab tersebut tenggelam dan ditinggal para pengikutnya. Beberapa aliran madzhab saja yang bisa dertahan dan berkembang hingga sekarang diantaranya madzhab yang empat yabg dikenal dengan nama”Al- Mazahibul arba’ah” yaitu:
a.       Madzhab Hanafi
Perintis madzhab Hanafi adalah Imam Abu Hanifah. Beliau lahir di Kuffah pada tahun 80 H (699M) dan wafat tahun 150 H (767M).Hammad ibn Sulaiman menyatukan fiqh An-Nakha’i dengan fiqh Asy-Sya’bi dan memberikan fiqh yang sudah disatukan itu kepada murid-muriadnya, diantaranya Abu Hanifah an Nu’man. Yang kemudian menggantikan gurunya sesudah gurunya itu meninggal sebagai pemegang kendali madrasah.
Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantiq dan menetapkan hukum syara’ dengan qiyas dan istihsan. Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang berhati-hati dalam menerima hadits. Walaupun demikian, Abu Mufid Muhammad ibn Yusuf al Khawarizmi telah mengumpulkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh abu Hanifah dalam suatu kitab yang berjudul Jami’ul Masanied.
Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan ishtihsan. Dengan kita memperhatikan cara-cara yang ditempuh Abu Hanifah untuk beristinbat, nyatalah bahwa dasar-dasar hukum fiqh dalam madzhabnya, ialah:
a.       Al-kitab
b.      As Sunnah
c.       AL Ijma’
d.      Al-Qiyas
e.       Al Istinbat
Murid-murid Abu Hanifah yang terkenal ialah :
a.       Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim  al Anshari al Kufi (113H-182H)
b.      Muhammad ibn al Hasan asy Syaibani (132 H-189 H)
c.       Zufaz ibn Hadzail ibn QaisAl Kufi(110H-158H)
d.      Al Hasan ibn Ziyad al Lu’lu-i (204)
Pada masa sekarang ini madzhab Hanafi adalah madzhab resmi negara Mesir, Turki, Syiria, dam Lebanon. Dan madzhab inilah yang dianut oleh sebagian besar penduduk Afghanistan, Pakistan, Turkistan, Muslim India dan Tiongkok. Lebih sepertiga umat Islam di dunia ini menganut madzhab ini[1].
b.      Madzhab Maliki
Perintis madzhab ini adalah Imam Malik bi Anas bin Malik bin Abi Amir Al- Ashbahi Al- Arabi. Lahir di kota Madinah tahun 95H (731 M) dan wafat pada tahun 179H( 795M) di masa Harun al Rasyid.
 Di Hijaz/ Madinah adalah tempat wahyu dan tempat berkembangnya sunah. Di negeri inilah didirikan madrasah yang mempunyai corak sendiri, yaitu Madrasah Ali Hijaz atau Madrasah Alil Madinah.
Kota Madinah adalah Darul Hijrah, tempat Nabi SAW berdiam sesudah hijrah dari Makkah. Kota inilah yang menjadi pusat ahli hadits.
Beliau yang terkenal sebagai pemuka fiqh didaerah Hijaz menjadi guru Asy-Syafi’i. Beliau menyusun sebuah kitab hadits yang dinamai Al Muwaththa’. Disusun secara kitab fiqh. Isi kitabnya disepakati oleh para ulama. Khalifah al-Mansur pernah bermaksud menjadikan Al- Muwaththa’ sebagai buku pegangan yang harus dianut isinya tetapi Malik menolaknya.
Al- Qadli Iyadl dalam kitab AlMadarik berkata: Malik mendahulukan Kitabullah menurut tertib terang samarnya. Yakni beliau mendahulukan nash, kemudian  yang dhahir kemudian yang mafhum.
Setelah itu beliau berpegang kepada As- Sunnah. Dalam hal ini beliau mendahulukan yang mutawati atas yang masyhur, yang masyhur atas ahad, sebagaimana beliau mendahulukan yang nash atas yang dhahir atas yang mafhum.
Sesudah pada itu beliau berpegang kepada ijma’ baru kemudian beliau berpegang kepada qiyas.
Dalam pada itu Malik tidak memberi kepada qiyas kedudukan yang diberikan oleh Abu Hanifah. Dan kadang-kadang beliau mendahulukan amalan ulama-ulama Madinah atas hadit ahad.
Selain pada itu beliau mempergunakan mashlahah mursalah yang dasar ini telah dipakai oleh Umar dan sahabat sahabat yang lain.
Pada masa sekarang ini, madzhab Maliki berkembang di Maroko, Aljazair, Tunisia, Lybia dan di pedalaman Mesir, Sudan Bahrain dan Kuwait.[2]
c.       Madzhab Syafi’i
Madzhab ini dibangun oleh Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i asal keturunan Quraisy dari Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau dilahirkan di Gaza tahun 150H (767M) dan meninggsl di Mesir pada tahun 204H (819M).
Mula-mula beliau berguru pada Muslim ibn Khalid Az-Zani, Mufti Makkah. Sesudah beliau menghafadh Al-Qur’an dalam usia 9 tahun, beliau mempelajari lughat dan syi’ir. Kemudian beliau menghadapi hadits, fiqh dan al-Qur’an.
Untuk memperoleh ilmu beliau pergi ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan ke Irak berguru ke pada Muhammad ibn al Hasan.
Pada mulanya beliau mengikuti Imam Malik kemudian beliau membentuk madzhab sendiri, yaitu madzhab qadim yqng dibentuk di Irak. Kemudian pada tahun 200 H beliau menuju ke Mesir dan membentuk madzhab jadidnya.
Di Mesirlah beliau menyusun kitab-kitabnya yang terkenal hingga sekarang, diantaranya ar-Risalah, sebagai kitab pertama dalam Ilmu Ushul dan Umm.
Di dalam ar Risalah beliau menerangkan bahwa dasar dasar tasyri yang dipeganginya ialah:
a.       Al Qur’an menurut dhahirnya
b.      As Sunnah walaupun ahad
c.       Ijma’
d.      Qiyas
Diantara kitab Asy Syafi’i yang terpenting yang sampai kepada kita ialah: Ar Risalah dalam bidang Ushul Fiqh,  Al Umm dalam bidang fiqh,  Mukhtaliful Hadits dan Musnad dalam bidang hadits.
Pengikut-pengikut asy-Syafi’i banyak tersebar di Hijjaz, Irak, Mesir dan di daerah-daerah lain. Pada masa sekarang ini madzhab Asy Syafi’i berkembang di Palestina, Yordania, Libanon, Syiria, Irak, Pakistan, India, Indonesia dan Jazirah Indo Cina. Juga orang-orang persia dan Yaman yang sunni dengan madzhab Asy Syafi’i.[3]
d.      Madzhab Hambali
Pendiri madzhab ini adalah  Al Imam Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal ibn Hillal asy Syaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164H wafat pada tahun 214H.
Beliau seorang imam yang selalu melawat ke berbagai kota untuk mencari ilmu dan hadits. Beliau pernah ke Syiria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrah. Dengan uasaha yang tidak kenal payah beliau menghimpun sejumlah 40.000 hadits di dalam kitab musnadnya.
Imam ahmad terkenal sebagai seorang imam yang menjauhkan dari qiyas dan kuat berpegang pada nash al Kitab dan hadits. Karenanya sebagian ulama menggollongkan beliau ke dalam golongan ahli hadits, tidak ke dalam golongan para mujtahid.
Pada mulanya ibnu Hambal ini berguru kepada asy Syafi’i kemudian barulah beliau membangun madzhab sendiri. Madzhab ini didasarkan pada:
a.       Nash Al Qur’an atau Al hadts
b.      Fatwa Shahabi
c.       Pendapat sebagian shahabat
d.      Hadits mursal atau hadits dla’if , jika tidak berlawanan dengan sesuatu atsar atau dengan pendapat seseorang shahabat
e.       Qiyas
Sekarang madzhab hambali adalah madzhab rsmi pemerintah Saudi Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di seluruh jazirah Arab, Palestina, Syiria dan Irak.[4]


[1] Prof Dr Teungku M. Hasybi Ash Siddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang:PT Pustaka Rizki Putra, 1999. Hal 115-119
[2] Prof Dr Teungku M. Hasybi Ash Siddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh. Hal 119-122
[3] Prof Dr Teungku M. Hasybi Ash Siddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh. Hal 122-125
[4] Prof Dr Teungku M. Hasybi Ash Siddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh. Hal 125-129

Sabtu, 24 September 2011

aliran asy'ariyah


ALIRAN ASY’ARIYAH

A.    Latar Belakang berdirinya Aliran Asy’ariyah
Serangan kaum Mu’tazilah terhadap para fuqoha dan muhaddisin semakin gencar. Hampir dipastikan tak seorang pun tokoh fiqih maupun hadis yang luput dari serangan itu. Dan serangannya ini tidak hanya berbentuk pemikiran, tetapi juga penyerangan fisik yang dkenal dengan mihnah (inkuisisi). Mihnah dilakukan selama 3 periode kholifah, yakni Al Ma’mun, al Mu’tasim, dan Al Watsiq. Karena program mihnah ini menimbulkan kebencian masyarakat islam yang tak sepaham dengan aliran Mu’tazilah maka kholifah al-Mutawakil pengganti al-Watsiq menghapuskannya sekaligus menghapus Mu’tazilah sebagai mazhab negara pada tahun 848M . sebagai gantinya, kholifah al-Mutawakil mendekati lawan-lawan Mu’tazilah yang dikenal sebagai kelompok Ahlussunah wal jama’ah.
Peristiwa mihnah jelas merugikan aliran Mu’tazilah, hal ini memberikan kesempatan bagi kelompok–kelompok lain untuk berkembang [1] . Termasuk juga aliran Asy-ariyah.
Pada awalmya Al Asy’ari mempelajari aliran Mu’tazilah dan menjadi pengikutnya selama 40 tahun  namun beliau mengalami keraguan dengan pemiliran-pemikiran Mu’tazilah tersebut. Diantara sebab-sebab keraguan Al asy’ari adalah dalam suatu malam beliau bermimpi, dalam mimpi itu nabi Muhammad saw mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadistlah yang benar, dan mazhab Mu’tazilah salah.[2] Sebab lain adalah  jawaban perdebatan dengan Al- Jubbai yang tak  memuaskan.
Kemudian untuk mengambil keputusan terakhir , Al-asy’ary mengasingkan diri di rumahya untuk memikirkan ajaran-ajaran Mu’tazilah selama 15 hari. Setelah itu, ia keluar menemui masyarakat dan mengundang mereka untuk berkumpul. Selanjutnya ia naik ke mimbar dan mengatakan pada hadirin bahwa ia mulai saat itu atas petunjuk Allah meninggalkan keyakinan-keyakinan Mu’tazilah (yang diragakan dengan melepas bajunya dan melemparkan) dan beralih menganut keyakinan-keyakinan yang ia susun sendiri dalam karyanya yang beraliran Ahlussunnah.[3]
B.     Tokoh tokoh
1.      Al-Baqillani
Abu Bakar al-Baqillani adalah ulama besaryang menyaring berbagai kajian yang pernah dilakukan al-Asy’ari,. Ia berbicara  tentang primis-premis dalil rasional mengenai tauhid. Al-Baqillani tidak hanya memantapkan mazhab al-Asy’ari dengan konklusi-konklusinyang telah tercapai. Lebih dari itu, ia menyarankan tidak boleh mengambil selain premis yang telah dikemukakannya dalam rangka mencapai konklusi tersebut.
Pernyataan- al-Baqillani tersebut jelas merupakan sikap extrim dalam mengikuti suatu pendapat dan dalam mmberikan dukungan dan pembelaan, sebab premis rasional tidakpernah disebutkan dalam al-Qur’an maupun Sunnah, ruang geraknya luas dan pintunya terbuka lebar. Metode yang dapat ditempuh juga banyak.[4]
Ajaran-ajarannya:
1.      Tentang menentukan wujud Allah
Pernyataan al- Baqillani ini memperkuat pemikiran asy’ariyah
2.      Sifat Allah
Beliau membagi sifat Allah menjadi 2.sifat dzat dan sifat af’al.
3.      Tentang melihat Tuhan
Beliau berpendapat bahwa melihat Allah itu mungkin.
4.      Tentang keadilan Tuhan
Tengtang keadilan Allah ini adalah kemutlakan Tuhan.
5.      Tentang Ajal
Al-Baqillqni ini menetapkan bahwa orang itu meninggal sebab ajalnya yang telah maqdur (ditentukan).
6.      Tentang Al-Istitha’ah dan Al- kasbu
2.      Al-Juwaini
Ia seorang ulama yang mempunyai pengetahuan luas dalam ilmu Fiqih, Usul, Nahwu, tafsir, dan Adab.Al-Juwaini dalam ilmu kalam adalah pengikut aliran Asy’ariyah. Diantara ajaran-ajaran Al-Juwaini adalah:
a.       Tentang Jauhar dan Aradl
b.      Tentang barunya alam sebagai tanda adanya yang menciptakan.
c.       Tentang sifat tuhan, beliau membagi menjadi dua.
d.      Tentang kalamullah
e.       Tentang tahsin dan taqbih
f.       Tentang nubuwwah
g.      Tentang perbuatan manusia
h.      Tentang ayat-ayat mutasyabihat[5]
3.      Al-Ghozali
Menurut Imam al-Ghozali, seseorang itu tidak dapat menjadi kafir karena mengingkari soal furuk agama, kecuali dalam suatu hal , yaitu jika mereka mengingkari asal-asal agama yang sudah diketahui dari Nabi secara muttawatir (seperti mengingkari kewajiban salat). Pokoknya, kalau terhadap soal furuk tadi ia membangkang , maka orang tersebut dihukumkan sebagai kafir. Misalnya jika ada seseorang yang membohongkan atau tidak membenarkan bahwa salat wajib satu hari satu malam lima kali itu adalah sebagai satu cara beribadah yang wajib dilakukan oleh manusia. Pengingkaran terhadap kewajiban salat fardlu itu dapat membawa kekufuran (menjadi kafir).[6]
4.      Al-Iji
Namanya ‘Alaudin al-Iji, pengarang buku-buku ketauhidan dan filsafah. Diantara karangan-karangan yang terkenal adalah
1)      Al’Aqaidul-‘Adhudijah, dalam ilmu kalam yang banyak mendapat ulasan dari ulama-ulama yang datang sesudahnya.
2)      Al-Muwaqif, juga dalam ilmu kalam. Kitab ilmu kalam terbesar yang memuat juga beberapa filsafat.[7]
5.      As-Sanusi
Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf. Lahir di tilimsa, sebuah kota di Aljazair. As-Sanusi dengan bukunya Ar-Risalah as-Sanusiyah lebih memperjelas pelajaran Asy’ariyah yang berhubungan dengan sifat-sifat Tuhan dan Rosulnya dan dibagi menjadi sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz,[8]
C.     Ajaran-ajaran
1.      Tentang wahyu tuhan yang disebut kalam Allah
Asy’ary membagi kalam tuhan menjadi dua bagian, yaitu
1)      Perkataan yang ada pada zat-Nya (kalam nafsy). Sifat ini adalah sifat zat dn qodim.
2)      Perkataan yang terdiri dari kata-kata dan huruf. Perkataan ini baru dan makhluk(diadakan).
Dalam bagian kedua tersebut pendirian Al-Asy’ari sama dengan pendirian aliran Mu’tazilah. Kalau dikatakan” kalam itu qodim”, maka yang dimaksud ialah perkataan macam pertama. Kalau dikatakan baru, makam yang dimaksud perkataan macam kedua.
Dalam Al-qur’an ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa perkataan Allah baru, seperti ayat 2 Anbiya’:
$tB NÎgŠÏ?ù'tƒ `ÏiB 9ò2ÏŒ `ÏiB NÎgÎn/§ B^yøtC žwÎ) çnqãèyJtGó$# öNèdur tbqç7yèù=tƒ ÇËÈ
Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main,
Dan ayat 87 Annisa
ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd 4 öNä3¨YyèyJôfus9 4n<Î) ÏQöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# Ÿw |=÷ƒu ÏmŠÏù 3 ô`tBur ä-yô¹r& z`ÏB «!$# $ZVƒÏtn ÇÑÐÈ

  Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?
Keqadiman kalam nafsy tersebut ialah karena ia adalah salah satu sifat Tuhan, sedang sifat-sifat Tuhan qadim semua. Maka sifat kalam pun harus qodim.
Akan tetapi dalam kitabnya yaitu al-ibadah al-Asy’ary lebih condong kepada Ibnu Hambal, karena ia dengan jelas menyatakan bahwa perkataan Tuhan tidak makhluk, baik berupa kata-kata maupun bukan. Asy’ari berkata tidak satu pun Al-Qur’an itu makhluk. [9]
2.      Pengakuan adanya sifat-sifat Allah
Pendapat al-Asy’ari dalam soal sifat terletak di tengah-tengah antara aliran Mu’tazialah di satu pihak dan aliran Hasywiyah dan Mujassimah di lain pihak. Aliran Mu’tazilah tidak mengakui sifat-sifat wujud, qidam, baqa’dan wahdaniyah (keesaan). Sifat zat lain seperti sama’, bashar, dan lain-lain tidak lain hanya Zat Tuhan sendiri. Golongan Hasywiyah dan Mujassimah mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk.
Al-Asy’ari dalam pada itu mengakui sifat-sifat Tuhan yang tersebut sesuai dengan Zat Tuhan sendiri, dan sama sekali tidak menyerupai sfat-sifat makhluk, Tuhan mendengar tetapi tidak seperti kita mendengar dan seterusnya.[10] Seperti tersebut dalam ayat-ayat yang berbunyi:
4s+ö7tƒur çmô_ur y7În/u rèŒ È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ
27.  Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

¨bÎ) šúïÏ%©!$# y7tRqãè΃$t6ム$yJ¯RÎ) šcqãè΃$t7ム©!$# ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4 `yJsù y]s3¯R $yJ¯RÎ*sù ß]ä3Ztƒ 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ( ô`tBur 4nû÷rr& $yJÎ/ yyg»tã çmøn=tæ ©!$# ÏmÏ?÷sã|¡sù #·ô_r& $VJÏàtã ÇÊÉÈ
10.  Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah[1396]. tangan Allah di atas tangan mereka[1397], Maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.


3.      Melihat Tuhan di akhirat
Pemikiran kalam Asy’ari tentang Ru’yah kepada Allah (melihat Tuhan di akhirat) adalah hal yang mungkin terjadi karena tuhan sendiri berfirman:
×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ 4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ